Jumat, 25 November 2011

Pendidikan dan Peningkatan Kualitas SDM

Pendidikan dan Peningkatan Kualitas SDM
12 Januari 2010
oleh Rizal Dwi Prayogo
Melihat kondisi bangsa kita sekarang, khususnya dipandang dari segi pendidikan, bangsa kita termasuk bangsa yang tertinggal dari negara-negara lain. Ambil contoh negara Jepang, bangsa Indonesia yang memproklamirkan diri terlebih dahulu sebagai negara merdeka saat bangsa Jepang dibom atom oleh tentara sekutu kini malah jauh tertinggal dari negeri matahari terbit itu.
Kini memasuki abad-21, gelombang globalisasi makin dirasakan kuat dan terbuka. Kemajuan teknologi dan perubahan yang ada terus menuntut bangsa kita untuk bisa meningkatkan kualitas SDM nya juga. Ini berdampak memberikan kesadaran bahwa Indonesia tidak bisa lagi berdiri sendiri, sehingga persaingan akan terus menggempur generasi yang lemah.
Cara melaksanakan pendidikan di Indonesia sudah tentu tidak terlepas dari tujuan pendidikan di Indonesia, sesuai dengan pembukaan UUD 1945 : “…..untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa,…”. Tujuan pendidikan adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dengan meningkatkan kualitas SDM bangsa Indonesia.
Hal-hal yang menyebabkan rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia :
1. Mahalnya biaya pendidikan
Biaya pendidikan yang kini semakin mahal, semakin tidak bisa dijangkau oleh rakyat kecil. Padahal justru dari sektor pendidikan lah, banyak orang bisa meningkatkan kualiatas dirinya sehingga bisa lebih mudah untuk mencapai kesejahteraan. Banyak orang yang beralih untuk mengambil SMK atau STM, alasannya agar lebih mudah mencari kerja. Kini sektor pendidikan yang dianggarkan 20% diharapkan bisa mengatasi masalah ini, tetapi pemerataannya yang menjadi kendala baru.
2. Faktor Pendukung Pengajaran
a. Rendahnya Fasilitas Fisik
Melihat kondisi di lapangan, banyak sekali lokasi sekolah yang kurang memadai fasilitasnya, mulai dari gedung yang ambruk, lingkungan yang tidak mendukung, sampai bocornya ruang kelas. Tentu hal ini akan mengganggu konsentrasi belajar para siswa sehingga akan mengurangi efektivitas pengajaran.
Data Balitbang Depdiknas (2003) menyebutkan untuk satuan SD terdapat 146.052 lembaga yang menampung 25.918.898 siswa serta memiliki 865.258 ruang kelas. Dari seluruh ruang kelas tersebut sebanyak 364.440 atau 42,12% berkondisi baik, 299.581 atau 34,62% mengalami kerusakan ringan dan sebanyak 201.237 atau 23,26% mengalami kerusakan berat. Kalau kondisi MI diperhitungkan angka kerusakannya lebih tinggi karena kondisi MI lebih buruk daripada SD pada umumnya. Keadaan ini juga terjadi di SMP, MTs, SMA, MA, dan SMK meskipun dengan persentase yang tidak sama.

b. Rendahnya Kualitas Tenaga Pengajar
Pendidikan yang bermutu tentu dipengaruhi juga oleh tenaga pendidiknya, semakin baik pendidik maka akan semakin baik pengajaran. Data Balitbang Depdiknas (1998) menunjukkan dari sekitar 1,2 juta guru SD/MI hanya 13,8% yang berpendidikan diploma D2-Kependidikan ke atas. Selain itu, dari sekitar 680.000 guru SLTP/MTs baru 38,8% yang berpendidikan diploma D3-Kependidikan ke atas. Di tingkat sekolah menengah, dari 337.503 guru, baru 57,8% yang memiliki pendidikan S1 ke atas. Di tingkat pendidikan tinggi, dari 181.544 dosen, baru 18,86% yang berpendidikan S2 ke atas (3,48% berpendidikan S3).
Dilihat dari data, masih minimnya kualitas tenaga pendidik. Tentu hal ini akan memengaruhi kelayakan mengajar. Perubahan terus terjadi, teknologi terus diciptakan, jika tidak ada peningkatan kualitas tenaga pendidik maka efektivitas dari pengajaran pun akan semakin sulit dicapai.
c. Rendahnya Kesejahteraan Tenaga Pendidik
Berdasarkan survei FGII (Federasi Guru Independen Indonesia) pada pertengahan tahun 2005, idealnya seorang guru menerima gaji bulanan serbesar Rp 3 juta rupiah. Sekarang, pendapatan rata-rata guru PNS per bulan sebesar Rp 1,5 juta, guru bantu Rp, 460 ribu, dan guru honorer di sekolah swasta rata-rata Rp 10 ribu per jam.
Melihat kondisi ini, tujuan dari pendidikan itu sendiri tidak sebanding dengan apresiasi terhadap tenaga pendidik. Tujuan pendidikan yang mulia tentu harus diimbangi dengan memerhatikan kesejahteraan dari para tenaga pendidik karena bisa saja faktor pendapatan yang minim akan menyebabkan para tenaga pendidik mengalami demotivasi.
3. Kontroversi Pelaksanaan UN
Pelaksanaan Ujian Nasional yang masih menjadi perdebatan hingga kini masih diragukan dalam menghasilkan SDM-SDM yang benar-benar berkompeten. Bagaimana tidak? Dalam ilmu kependidikan, kemampuan peserta didik mencakup tiga aspek, yakni pengetahuan (kognitif), keterampilan (psikomotorik), dan sikap (afektif). Tapi yang dinilai dalam UN hanya satu aspek kemampuan, yaitu kognitif, sedangkan kedua aspek lain tidak diujikan sebagai penentu kelulusan. Tentu ini menjadi suatu standar ukuran yang kurang valid jika kita ingin menilai semua aspek.
Ujian Nasional pun telah banyak menelan biaya. Sebagai referensi, pada tahun 2005 dana yang dikeluarkan dari APBN mencapai Rp 260 miliar, belum ditambah dana dari APBD dan masyarakat. Transparansi keuangannya pun patut dipertanyakan, hal ini akan memicu terjadinya penyimpangan (korupsi) oleh pihak penyelenggara.
Solusi dari permasalahan pendidikan dan peningkatan kualitas SDM di Indonesia
1. Solusi Sistemik
Solusi ini berupa pembenahan di seluruh jajaran penyelenggaran pendidikan di Indonesia. Sistem pendidikan juga tidak akan terlepas dari aspek lain, seperti aspek ekonomi. Sistem ekonomi yang masih kacau dan menganut sistem ekonomi ke barat-barat-an tidak akan sesuai dengan penerapannya di sektor pendidikan karena akan didominasi oleh pihak yang kuat.
Sistem ekonomi harus diubah ke dalam bentuk sistem ekonomi Islam yang menggariskan bahwa pemerintah-lah yang akan menanggung segala pembiayaan pendidikan negara. Jadi, peningkatan kesejahteraan tenaga pendidik bisa terjamin, pembangunan sarana pendidikan bisa berjalan lancar. Jika sudah terjadi pemerataan, kemungkinan penyalahgunaan (korupsi) akan semakin kecil.
2. Solusi Teknis
Solusi ini memberikan penanganan langsung kepada pihak yang masih mengganggu keefektifan pengajaran. Ambil contoh, bagi tenaga pendidik yang masih belum memiliki standardisasi mutu sebagai tenaga pendidik, maka pemerintah harus menyekolahkan lagi ke tingkat yang seharusnya. Pemerintah terus memantau fasilitas-fasilitas fisik sebagai salah satu faktor pendukung pengajaran. Membangun kembali bangunan sekolah yang sudah ambruk, merenovasi bangunan yang kurang layak, atau membangun gedung baru di lokasi bencana.
Kesejahteraan tenaga pendidik pun harus ditingkatkan, anggaran APBN yang 20% seharusnya bisa menutupi masalah ini. Jika kesejahteraan tenaga pendidik sudah terjamin, maka tidak ada lagi yang enggan untuk mengemban tugas mulia ini.

0 komentar:

Posting Komentar